Asbabun Nuzul Dan Tafsir Dari Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 6-7 | Mutiara Al-Qur'an 2018

Asbabun Nuzul Dan Tafsir Dari Al-Qur'an Surat Al-Baqarah Ayat 6-7.

     Al-Qur'an diturunkan kepada Nabi Muhammad secara bertahap melalui Malaikat Jibril.

     Diturunkannya Al-Qur'an secara bertahap,baik ayat demi ayat ataupun secara penuh satu surat sekaligus. Surat-surat pendek diturunkan utuh satu surat,sedangkan surat-surat yang panjang diturunkan secara bertahap ayat demi ayat.

     Salahsatu surat yang panjang adalah surat Al-Baqarah,yang diturunkan di  Madinah.

    BBerikut ini akan saya ketengahkan asbabun nuzul atau dalam bahasa Indonesia disebut sebab diturunkannya ayat-ayat dari surat Al-Baqarah.

     Perlu diketahui bahwa,tidak semua ayat dari Al-Qur'an ini ada asbabun nuzulnya.

     Yang akan saya hadirkan disini adalah ayat-ayat yang memiliki asbabun nuzul saja.

     Pada Surat Al-Baqarah ini,yang nemiliki asbabun nuzulnya dimulai dari ayat yang ke 6 (enam).

Asbabun nuzul dan tafsir surat Al-Baqarah ayat 6-7

Asbabun Nuzul Ayat 6-7  Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Ishaq, dari Muhammad bin Abi Muhammad, dari Ikrimah atau dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas bahwa kedua ayat tersebut turun berkenaan dengan orang-orang Yahudi di Madinah.

Asbabun Nuzul Ayat 6-7

     Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Ishaq, dari Muhammad bin Abi Muhammad, dari Ikrimah atau dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas bahwa kedua ayat tersebut turun berkenaan dengan orang-orang Yahudi di Madinah.

     Ibnu Jarir juga meriwayatkan dari ar-Rabi' bin Anas, dia berkata, "Dua ayat turun berkenaan dengan perang Ahzab yaitu, 'Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka,...' sampai, '..., dan mereka akan mendapat siksaan yang berat.' " (Al-Baqarah: 6-7)

Tafsir Jalalain

     (Sesungguhnya orang-orang kafir) seperti Abu Jahal, Abu Lahab dan lainnya (sama saja bagi mereka, apakah kamu beri peringatan) dibaca, a-andzartahum, yakni dengan dua buah hamzah secara tegas. Dapat pula hamzah yang kedua dilebur menjadi alif hingga hanya tinggal satu hamzah saja yang dibaca panjang (atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.) Hal itu telah diketahui oleh Allah, maka janganlah kamu berharap mereka akan beriman. 'Indzar' atau peringatan, artinya pemberitahuan disertai ancaman. 

Tafsir Ibnu katsir


Al-Baqarah, ayat 6

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ (6)
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.

     Innal lazina kafaru, sesungguhnya orang-orang kafir -yakni orang-orang yang menutup perkara yang hak dan menjegalnya- telah dipastikan hal tersebut oleh Allah akan dialami mereka. Yakni sama saja, kamu beri mereka peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tetap tidak akan mau beriman kepada Al-Qur'an yang engkau datangkan kepada mereka. Makna ayat ini semisal dengan ayat lain-nya, yaitu firman-Nya:

إِنَّ الَّذِينَ حَقَّتْ عَلَيْهِمْ كَلِمَتُ رَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ وَلَوْ جاءَتْهُمْ كُلُّ آيَةٍ حَتَّى يَرَوُا الْعَذابَ الْأَلِيمَ
Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat (azab) Tuhanmu tidaklah mereka akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih. (Yunus: 96-97)

     Allah Swt. telah berfirman menceritakan keadaan orang-orang yang ingkar dari kalangan ahli kitab:
وَلَئِنْ أَتَيْتَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتابَ بِكُلِّ آيَةٍ مَا تَبِعُوا قِبْلَتَكَ
Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu. (Al-Baqarah: 145)

     Seakan-akan makna ayat ini mengatakan bahwa sesungguhnya orang yang telah dipastikan oleh Allah Swt. beroleh kecelakaan, maka tiada jalan selamat baginya; dan barang siapa yang disesatkan oleh-Nya, niscaya tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk. Untuk itu, hai Muhammad, janganlah dirimu merasa berdukacita dan kecewa terhadap sikap mereka, teruskanlah penyampaian risalahmu kepada mereka. Barang siapa yang menerima seruanmu, maka baginya pahala yang berlimpah; dan barang siapa yang berpaling, maka janganlah kamu berdukacita terhadap mereka, hal tersebut bukan urusanmu. Pengertian ini sama dengan apa yang diungkapkan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu:

فَإِنَّما عَلَيْكَ الْبَلاغُ وَعَلَيْنَا الْحِسابُ
Sesungguhnya tugasmu hanya menyampaikan saja, sedangkan Kamilah yang menghisab amalan mereka. (Ar-Ra'd: 40)
إِنَّما أَنْتَ نَذِيرٌ وَاللَّهُ عَلى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan, dan Allah pemelihara segala sesuatu. (Hud: 12)

     Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman. (Al-Baqarah: 6) Pada mulanya Rasulullah Saw. sangat menginginkan agar semua orang beriman dan mengikuti petunjuknya, lalu Allah Swt. memberitahukan kepadanya bahwa tidaklah beriman kecuali orang-orang yang telah ditakdirkan oleh Allah Swt. sebagai orang yang berbahagia, dan tidaklah tersesat kecuali orang-orang yang telah ditakdirkan oleh Allah Swt. sebagai orang yang celaka sejak zaman azalinya.

     Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa makna "sesungguhnya orang-orang kafir" ialah kafir terhadap kitab yang diturunkan kepadamu, sekalipun mereka mengatakan, "Sesungguhnya kami telah beriman kepada kitab yang diturunkan kepada kami sebelummu." Sedangkan kalimat "sama saja, kamu beri mereka peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tetap tidak beriman" maknanya ialah bahwa mereka telah kafir terhadap kitab yang ada di tangan mereka yang di dalamnya terdapat sebutan namamu, dan mereka telah ingkar terhadap perjanjian yang telah ditetapkan atas diri mereka. Pada kesimpulannya mereka kafir terhadap kitab yang diturunkan kepadamu, juga kitab yang diturunkan kepada rasul selainmu buat mereka sebelum kamu; mana mungkin mereka mau mendengar peringatan dan larangan darimu, sedangkan mereka sendiri telah kafir terhadap kitab mereka sendiri yang di dalamnya terkandung pengetahuan mengenai dirimu.

     Abu Ja"far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abu Aliyah yang mengatakan bahwa kedua ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan para pemimpin pasukan golongan yang bersekutu, yaitu mereka yang disebut di dalam firman-Nya:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ بَدَّلُوا نِعْمَتَ اللَّهِ كُفْراً وَأَحَلُّوا قَوْمَهُمْ دارَ الْبَوارِ. جَهَنَّمَ يَصْلَوْنَها
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan? yaitu neraka Jahannam; mereka masuk ke dalamnya. (Ibrahim: 28-29)

     Makna yang kami sebutkan pertama -yaitu yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas di dalam riwayat Ali ibnu Talhah- merupakan makna yang lebih jelas, kemudian ayat-ayat berikutnya ditafsirkan dengan makna yang selaras dengannya.

     Ibnu Abu Hatim meriwayatkan sebuah hadis dalam bab ini. Untuk itu dia mengatakan:

حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عُثْمَانَ بْنِ صَالِحٍ الْمِصْرِيُّ، حَدَّثَنَا أَبِي، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُغِيرَةِ، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو، قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إنَّا نَقْرَأُ مِنَ الْقُرْآنِ فَنَرْجُو، وَنَقْرَأُ فَنَكَادُ أَنْ نَيْأَسَ، فَقَالَ: "أَلَا أُخْبِرُكُمْ"، ثُمَّ قَالَ: إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ هَؤُلَاءِ أَهْلُ النَّارِ". قَالُوا: لَسْنَا مِنْهُمْ يَا 
رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: "أجل"
telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepadaku Yahya ibnu Usman ibnu Saleh Al-Masri, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Luhai'ah, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnul Mugirah, dari Abul Haisam, dari Abdullah ibnu Amr yang menceritakan bahwa pernah dikatakan kepada Rasulullah Saw., "Hai Rasulullah, kami tetap membaca sebagian dari Al-Qur'an dan berharap kami tetap membaca hingga hampir saja kami merasa jenuh." Nabi Saw. bersabda, "Maukah kalian aku ceritakan ...." Kemudian beliau Saw. membacakan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga beriman. (Al-Baqarah: 6) Beliau Saw. bersabda, "Mereka adalah ahli neraka." Para sahabat berkata, "Mudah-mudahan kami bukan termasuk mereka, wahai Rasulullah." Nabi Saw. bersabda, "Tentu saja tidak."

     Firman Allah, "La yu-minuna" berkedudukan sebagai jumlah yang mengukuhkan jumlah sebelumnya, yaitu sawa-un 'alaihim a-an zartahum am lam tunzirhum. Makna yang dimaksud ialah bahwa mereka dalam dua keadaan tersebut tetap bersikap kafir. Karena itu, hal tersebut dikukuhkan dengan firman-Nya, "La yu-minun" (mereka tetap tidak mau beriman).

     Akan tetapi, dapat pula dikatakan bahwa lafaz la yu-minuna berkedudukan sebagai khabar, karena bentuk lengkapnya adalah innal lazina kafaru la yu-minuna. Dengan demikian, berarti firman-Nya, "Sawa-un 'alaihim a-an zartahum am lam tunzirhum" merupakan jumlah mu'taridah (kalimat sisipan).

Al-Baqarah ayat 7


tulisan arab surat albaqarah ayat 7     “Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.” (QS. 2:7)
     Mengenai Firman-Nya: khatamallaaHu, as-Suddi mengatakan artinya: bahwa Allah Tabaraka wa Ta ala telah mengunci-mati.
     Masih berkaitan dengan ayat ini, Qatadah mengatakan, “Syaitan telah menguasai mereka karena mereka telah menaatinya. Maka Allah mengunci-mati hati, dan pendengaran, serta pandangan mereka ditutup, sehingga mereka tidak dapat melihat petunjuk, tidak dapat mendengarkan, memahami, dan berfikir.”
     Ibnu Juraij menceritakan, Mujahid mengatakan, Allah mengunci-mati hati mereka. Dia berkata: “ath-thab’u” artinya melekatnya dosa di hati, maka dosa-dosa itu senantiasa mengelilingnya dari segala arah sehingga berhasil menemui hati tersebut. Pertemuan dosa dengan hati itu merupakan kunci mati. Lebih lanjut Ibnu Juraij mengatakan, kunci mati dilakukan terhadap hati dan pendengaran mereka.
     Ibnu Juraij juga menceritakan, Abdullah bin Katsir memberitahukan kepadaku bahwa ia pernah mendengar Mujahid mengatakan, ar-raanu (penghalangan) lebih ringan daripada ath-thab’u (penutupan dan pengecapan), dan lebih ringan daripada “al-iqfaalu” (penguncian).
     Al-A’masy mengatakan, Mujahid mengisyaratkan kepada kami dengan tangannya, lalu ia menuturkan, mereka mengetahui bahwa hati itu seperti ini, yaitu telapak tangan. Jika seseorang berbuat dosa, maka dosa itu menutupinya, sambil membengkokkan jari kelingkingnya, ia (Mujahid) mengatakan, “Seperti ini.” Jika ia berbuat dosa lagi, maka dosa itu menutupinya, Mujahid membengkokkan jarinya yang lain ke telapak tangannya. Demikian selanjutnya hingga seluruh jari-jarinya menutup telapak tangannya. Setelah itu Mujahid mengatakan, “Hati mereka itu terkunci mati.”
     Mujahid mengatakan, mereka memandang bahwa hal itu adalah (kotoran; dosa). Hal yang sama juga diriwayatkan Ibnu Jarir, dari Abu Kuraib, dari Waki’, dari al-A’masy, dari Mujahid.
     Al-Qurthubi mengatakan, umat ini telah sepakat bahwa Allah swt. menyifati diri-Nya dengan menutup dan mengunci mati hati orang-orang kafir sebagai balasan atas kekufuran mereka itu, sebagaimana yang difirmankan-Nya: bal thaba’allaaHu ‘alaiHaa bikufriHim (“Sebenarnya Allah telah mengunci-mati hati mereka karena kekafirannya.”) (QS. An-Nisaa’: 155).
     Dan al-Qurthubi juga menyebutkan hadits Hudzaifah yang terdapat di dalam kitab as-Shahih, dari Rasulullah bersabda yang artinya: “Fitnah-fitnah itu menimpa hati bagaikan tikar dianyam sehelai demi sehelai. Hati mana yang menyerapnya, maka digoreskan titik hitam padanya. Dan hati mana yang menolaknya, maka digoreskan padanya titik putih. Sehingga hati manusia itu terbagi pada dua macam; hati yang putih seperti air jernih, dan ia tidak akan dicelakakan oleh fitnah selama masih ada langit dan bumi. Dan yang satu lagi berwarna hitam kelam seperti tempat minum yang terbalik, tidak mengenal kebaikan dan tidak pula mengingkari kemungkaran.”
     Ibnu Jarir mengatakan, yang shahih menurutku dalam hal ini adalah apa yang bisa dijadikan perbandingan, yaitu hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah saw. “Sesungguhnya seorang mukmin, jika ia mengerjakan suatu perbuatan dosa, maka akan timbul noda hitam dalam hatinya. Jika ia bertaubat, menarik diri dari dosa itu, dan mencari ridha Allah, maka hatinya menjadi jernih. Jika dosanya bertambah, maka bertambah pula noda itu sehingga memenuhi hatinya.
     Itulah ar-raan (penutup), yang disebut oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya, “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka. ”
     Hadits di atas diriwayatkan Imam at-Tirmidzi dan an-Nasa’i dari Qutaibah, al-Laits bin Sa’ad. Serta Ibnu Majah, dari Hisyam bin Ammar, dari Hatim bin Ismail dan al-Walid bin Muslim. Ketiganya dari Muhammad bin Ajlan. Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.
     Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, Rasulullah memberitahukan melalui sabdanya bahwa dosa itu jika sudah bertumpuk-tumpuk di hati, maka ia akan menutupnya, dan jika sudah menutupnya, maka didatangkan padanya kunci mati dari sisi Allah Ta’ala, sehingga tidak ada lagi jalan bagi iman untuk menuju ke dalamnya, dan tidak ada jalan keluar bagi kekufuran untuk lepas darinya. Itulah kunci mati yang disebutkan Allah ` dan firman-Nya yang artinya “Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka”.
     Perbandingannya adalah sebagiamana kunci mati terhadap sesuatu yang dapat kita lihat dengan mata, tidak dapat dibuka dan diambil isinya kecuali dengan memecahkan dan membongkar kunci mati dari barang itu. Demikian halnya dengan iman, ia tidak akan sampai ke dalam hati orang yang telah terkunci mati hati dan pendengarannya, kecuali dengan membongkar dan melepas kunci mati tersebut dari hatinya.
     Perlu diketahui bahwa waqaf taam (berhenti sempurna saat membacanya) adalah pada firman-Nya: khatamallaaHu a’laa quluubiHim wa ‘alaa sam’iHim (“Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka.”) Dan juga pada firman-Nya, wa ‘alaa abshaariHim ghisyaawatun (“Serta penglihatan mereka ditutup,”) (ayat-ayat di atas) merupakan kalimat sempurna, dengan pengertian bahwa kunci mati itu dilakukan terhadap hati dan pendengaran. Sedangkan ghisyaawatun; hadap pandangan. Sebagaimana yang dikatakan as-Suddi dalam tafsirnya, dan Ibnu Masud, dari beberapa orang sahabat Rasulullah mengenai firman-Nya: khatamallaaHu a’laa quluubiHim wa ‘alaa sam’iHim (“Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka.”) ia mengatakan, “Sehingga dengan demikian itu mereka (orang-orang kafir) tidak dapat berfikir dan mendengar. Dan dijadikan penutup pada pandangan mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.”
     Setelah menyifati orang-orang mukmin pada empat ayat pertama surat al-Baqarah, lalu memberitahukan keadaan orang-orang kafir dengan kedua ayat di atas, kemudian Allah ft- menjelaskan keadaan orang-orang munafik, yaitu mereka yang menampakkan keimanan dan menyembunyikan kekufuran.
     Ketika keberadaan mereka semakin samar di tengah-tengah umat manusia, Allah semakin gencar menyebutkan berbagai sifat kemunafikan mereka, sebagaimana Allah telah menurunkan surat Bara’ah dan Munafiqun tentang mereka serta menyebutkan mereka di dalam surat an-Nur dan surat-surat lainnya guna menjelaskan keadaan mereka agar orang-orang menghindarinya dan juga menghindarkan diri dari terjerumus kepadanya.
     Demikianlah Asbabun nuzul dan tafsir surat Al-Baqarah Ayat 6-7.



Comments

Popular posts from this blog

Asbabun Nuzul Dan Tafsir Al-Baqarah Ayat 14-15

Asbabun Nuzul Dan Tafsir Al-Baqarah Ayat 19-20